PENERAPAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI INDONESIA DALAM KONTEKS KTSP

PENERAPAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI INDONESIA DALAM KONTEKS KTSP

 

Diajukan untuk memenuhi

Salah tugas pada Mata kuliah

Filsafat Pendidikan Matematika

 

Oleh :

DIANI WULANRATMINI (0808174)

IMAM NUGRAHA ALBANIA (0808250)

IMELDA WILDAN (0808072)

SUPRIADI (0808289)

 

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2009


  1. PENDAHULUAN

Filsafat yang menjiwai filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah filsafat Pancasila, sehingga filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu dasar yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa Pancasila yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan Negara Indonesia. Laurie E. Gronlund (1997) dalam “Understanding the National Goals” menggambarkan proses terjadinya “The National Educational Goals” di Amerika, yang inisiatifnya mulai dari pemerintah dan 50 gubernur dari 50 negara bagian. Aturan utama yang dipegang untuk mrenyusun tujuan pendidikan pendidikan tersebut adalah “The Natonal Educational Goals create clear, concist targets for educational improvement relevantto all Americans from early chillhood throughadulthood”. Yang lebih menarik dari penyusunan tujuan pendidikan tersebut adalah mekanisme control yang ditempuh untuk mendorong tujuan-tujuan tersebut agar tercapai pada waktu yang disepakati.

Dewasa ini Pemerintah memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi warga sistem tanpa diskriminasi. Pemerintah melalui wakil rakyat membuat sistem yang dijabarkan dalam Undang-undang, Peraturan Menteri, Undang-undang sistem pendidikan nasional, dan peraturan pemerintah yang semuanya berprinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Meningkatkan kemampuan matematika dan IPA dengan orientasi penguasaan Iptek pada jenjang Dikdasmen dan Dikti, harus menjadi prioritas utama. Di sisi lain hasil penelitian banyak melaporkan ketidak berhasilan pengajaran matamatika di sekolah-sekolah sampai pada level yang sangat menghawatirkan. Beberapa hasil studi (Balitnang Depdikbud, 1995) menemukan bahwa: (1) siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika dan IPA, bahkan pada umumnya takut pada pelajaran matematika dan IPA walaupun mereka memilih jurusan IPA; (2) siswa sekolah menengah kurang mempunyai pemahaman tenang konsep-konsep dasar matematika dan IPA; (3) kualitas guru pada umumnya belum memadai dari sisi kualifikasi, latar belakang pendidikan, dan pengalaman kerjanya: (4) materi yang disajikan dinilai terlalu banyak dan terlalu tinggi dibandingkan dengan kemampuan guru, kesiapan siswanya, dan peralatan pendukungnya.

Salah satu upaya sistem-negara berkembang termasuk Indonesia, agar tidak tertinggal dari sistem maju adalah dengan cara meningkatkan pendidikan matematika dan sains. Hal ini disebabkan matematika adalah suatu fondasi bagi perkembangan sainsdan teknologi. Keberhasilan pendidikan matematika dapat menjadi prediksi bagi keberhasilan di bidang sains dan teknologi. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan menyusun undang-undang SISDIKNAS (UU RI No 20 tahun 2003), PERPE No 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, PERPE No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, PERMENDIKNAS No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, PERMENDIKNAS No 22 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, PERMENDIKNAS No 22 tahun 2006 tentang pelaksanaan permendiknas no 22 dan 23.

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan penddikan matematika tersebut, penulis bermaksud mengulas tentang Filsafat Pendidikan Matematika Indonesia serta membandingkannya dengan Pandangan Teori Filsafat Pendidikan Matematika di Dunia. Pada bab 2 akan dibahas bagaimana Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia dengan melaksanakan Kurikulum KTSP serta hubungannya dengan teori filsafat pendidikan matematika secara umum. Selanjutnya akan dibahas bagaimana Pandangan Teori Piaget dalam mendukung penerapan pendidikan matematika dalam Kurikulum KTSP.

  1. TINJAUAN UMUM FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

Sebagai landasan untuk memahami filsafat pendidikan matematika di Indonesia, kita harus terlebih dahulu memahami apakah itu tujuan penidikan nasional di Indonesia. Selain itu kebijakan pembangunan pendidikan yang disusun oleh para wakil rakyat di DPR dan MPR harus pula berlandaskan filsafat pendidikan yang mendasari setiap bidang studi pada tingkat tingkat pendidikan yang sedang dilalui masyarakat.

Selanjutnya implementasi dari tujuan pendidikan matematika harus dapat menjadi landasan untuk menguasai iptek dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga sistem.

Para ahli filsafat dari berbagai sistem- sistem di dunia, yang telah mempublikasikan pendapatnya mengenai tujuan pendidikan matematika antara lain: Whitehead(1932), Cambridge Conference (1963), Mathematical Association (1976), Her Majesty’s Inspectorate (1979), Cockcroft(1982) dan Her Majesty’s Inspectorate (1985). Pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: “Tujuan Pendidikan Matematika adalah penekanan pemahaman konsep matematika dan penggunaan matematika pada kehidupan masyarakat, karena tak ada bidang ilmu pengetahuan yang tidak memerlukan matematika”. Yang terbagi atas:

  1. Tujuannya harus konsisten sehingga diharapkan siswa dapat menguasai dan memperoleh penghargaan.

  2. Matematika sebagai bagian yang penting dalam komunikasi

  3. Matematika sebagai alat yang sangat kuat sehingga siswa dapat mengembangkannya

  4. Penghargaan hubungan didalan matematika
  5. Kesadaran tentang daya tarik matematika
  6. Berkhayal, inisiatif dan kelenturan dalam berfikir matematika
  7. Bekerja secara sistematis matematika
  8. Bekerja mandiri
  9. Bekerja bersama-sama.
  10. Belajar matematika lebih mendalam.
  11. Siswa percaya diri dengan kemampuan matematikanya

Pendapat lain dari Howson dan Meillin Olsen (1986), Ernest (1986,1987), Cooper (1985) ketiganya menyarankan tujuan pendidikan matematika harus berhubungan dengan kelompok masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan maupun ideology yang mendasari hidup masing –masing kelompok

Dari pendapat diatas telah dijabarkan secara global pada UNDANG UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL, tertuang dalam BAB 1 pasal 1 tentang KETENTUAN UMUM dan BAB 2 pasal 2 dan pasal 3. Juga dijabarkan secara jelas dalam Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan. Menurut HAR Tilaar (1998), reformasi pendidikan jangka menengah adalah penataan system pendidikan nasional yang didasarkan pada prinsip-prinsip desentralisasi. Terkait dengan system desentralisasi adalah isi kurikulum yang lebih menekankan pada pemberdayaan rakyat kecil dan rakyat pedesaan. Pada giliranya hal tersebut akan menjadi karakteristik dasar dari kurikulum pendidikan yang sedang direformasi. Karakter lainnya adalah pemberian otonomi yang luas kepada kepala sekolah dan satuan Pendidikan; Partisipasi masyarakat dan orang tua; Kepemimpinan yang demokratis dan professional; serta Tim kerja yang kompak dan transparan.

Berbagai pendapat mengenai tujuan pendidikan matematika di dunia, tidak terlepas dari teori filsafat pendidikan yang melatarbelakanginya. Paul Ernest dari University of Exeter (2008) menyatakan bahwa filsafat pendidikan matematika tidak memerlukan interpretasi yang sistemt sebanyak area studi dan area investigasinya.

Selanjutnya Ernest menyatakan :”The philosophy of mathematics is undoubtedly an important aspect of philosophy of mathematics education, especially in the way that the philosophy of mathematics impacts on mathematics educations”.

Dalam studinya mengenai filsafat pendidikan matematika, Stephen Brown (1995) mempertanyakan tiga pertanyaan mengenai focus atau dimensi flsafat, yaitu:

  1. Fisafat diterapkan pada pendidikan matematika?

  2. Filsafat matematika diterapkan pada pendidikan matematika ataukah pada pendidikan secara umum?

  3. Fisafat pendidikan diterapkan pada pendidikan matematika?

Bagan berikut ini menunjukkan bagaimana filsafat berhubungan dengan pendidikan matematik.

  1. Filsafat Secara Keseluruhan——– aplikasi

PENDIDIKAN

  1. Filsafat Matematika—————-

MATEMATIKA

  1. Filsafat Pendidikan ——————

Salah satu “aplikasi” yang memungkinkan dari filsafat ke pendidikan matematika memperlihatkan perbedaan focus, dan boleh jadi ada perbedaan masalah dan isu. Akan tetapi bagan tersebut menimbulkan pertanyaan pertanyaan lain. Jadi, bagaimanakah aplikasi yang sesungguhnya? Bukan masalah yang sederhana karena terdapat hubungan yang kompleks dan interaksi di antara manusia, kemasyarakatan, struktur social, representasi pengetahuan dan praktek komunikasi.

Fisafat biasanya adalah mengenai analisa sistematik dan evaluasi kritis dari masalah-masalah yang fundamental. Hal tersebut meliputi latihan mental dan intelektual seperti: berpikir, inkuiry, bernalar dan hasil penalaran, keputusan, kesimpulan dan kepercayaan. Prosesnya mencakup banyak cara sebagai proses teori-teori substantive, konsep dan hasil darai inkuiry yang telah lalu, dapat diaplikasikan dalam pendidikan matematika.

Dengan demikian, Filsafat pendidikan matematika hendaknya jangan hanya menekankan pada Filsafat matematika semata

Stephen Brown (1995), menyerankan bahwa perlu diperhatikan filsafat Schwab mengenai faktorpendukung lain dari pengajaran yaitu: pelajar, guru, lingkungan atau masyarakat. Dengan demikian kita juga meiliki filsafat pembelajaran (matematika) fisafat pengajaran (matematika) dan filsafat lingkungan atau masayarakat yang respek terhadap matematika dan pendidikan matematika.

Beberapa isu dan pertanyaan yang berhubungan dengan filsafat pendidikan matematika diantanya adalah sebagai berikut ini.

  1. Apakah matematika?

Merupakan pengetahuan matematika (di sekolah-sekolah) yang harus merefleksikan ruang lingkuap matematika sebagai pembentuk masyarakat yang menjadi pengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari di mana matematika adalah alat untuk melatih cara berfikir.

  1. Bagaimanakah matematika berhubungan dengan masayarakat?

Hal ni harus dapat merefleksikan nilai-nilai dasar dan epistemologin\matematika. Sehingga kurikulim matematika harus mencerminkan keanekaragaman sejarah, budaya, dan lokasi geografis. Sumber ilmu matematika yang tertanam dalam kehidupan social yang modern, matematika harus mudah dipahami oleh wanita, etnik minoritas ataupun kelompok kecil masayarakat lain ( misalkan daerah-daerah terpencil)

  1. Apakah Pembelajaran Matematika?

Adalah pembelajaran yang melibatkan anak-anak peserta didik secara aktif terhadap bidang ilmu matematika, pemecahan soal-soal matematika,penggunaan matematika dalam kehidupan dan lingkungannya dalam konteks kehidupan social yang lebih luas.

  1. Apakah Pengajaran Matematika?

Pengajatran matematika meliputi cara- cara atau metode pengajaran yang menceakup sejumlah komponen diantaranya: (1) diskusi diantara pelajar, diantara guru dan pelajar; (2) kerjasama dalam kelompok, kerjasama dalam pemecahan masalah; (3) kemampuan perorangan dalam meneliti, membahas, memahami topic-topik matematika; (4) tehnik bertanya, pedagogic dan model penilaian, cara berpikir kritis; (5) keterkaitan (penggunaan) matematika dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Apakah Status pendidikan matematika sebagai Lapangan Pengetahuan?

Apakah basis dari pendidikan matematika dapat dikatakan sebagai pengetahuan? Apakah pendidikan Matematika mmemrlukan disiplin, inkuiry, suatu area interdisiplin, sebah domain dari penerapan ekstrdisiplin, atau apa? Apakah ada hubungan dengan disiplin ilmu lain seperti filsafat, sosiologi, psikilogi, linguistic, dll? Apakah yang kita ketahui tentang pendidikan matematika?Apakah metode penelitian dan metodologi yang diterapkan dan apakah dasar psikologinya?

Pertanyaan pertanyaan tersebut akan menjadi dasar yang penting untuk memahami dan mengeklorasi mengenai filsafat pendidikan matematika di masa yang akan datang.

III PENERAPAN FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM KONTEKS KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

A. Penyusunan Persiapan Pembelajaran Matematika Berkaitan dengan Filsafat Pendidikan Matematika sesuai KTSP

Hal pertama yang dilakukan oleh pihak satuan pendidikan untuk menerapkan Filsafat Pendidikan dalam KTSP adalah harus mempersiapkan pengembangan komponen KTSP, yang mencakup: Visi dan Misi, Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan, Menyusun Kalender Pendidikan, Struktur Muatan KTSP, Silabus , dan RPP

Selanjutnya yang harus dipersiapkan oleh setiap pendidik untuk menerapkan filsafat pendidikan matematika adalah membuat persiapan. Persiapan tersebut mencakup semua hal yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajatran matematika sesuai tujuan yang sudah ditentukan. Setiap pendidik harus dapat membuat silabus pembelajaran. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Fil;safat Pendidikan matematika menjadi landasan dalam penyusunan silabus, dan secara terpadu meljadi landasan pendidikan dan pengajaran matematika secara utuh.

B Prinsip Pengembangan Silabus Matematika

1. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.

3. Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten

Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

5. Memadai

Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel

Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

C. Unit Waktu Silabus Matematika

1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.

3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Bagi SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

D. Pengembangan Silabus

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan.

  1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/madrasah dan lingkungannya.

  2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/madrasah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah tersebut.

  3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.

  4. Sekolah/Madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah/madrasah-madrasah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.

  5. Dinas Pendidikan/Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

E. Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

  1. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi ;

  2. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;

  3. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.

2. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran

Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:

  1. potensi peserta didik;

  2. relevansi dengan karakteristik daerah;

  3. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;

  4. kebermanfaatan bagi peserta didik;

  5. struktur keilmuan;

  6. aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;

  7. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan

  8. alokasi waktu.

3. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.

  1. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus

dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai

kompetensi dasar.

  1. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.

  2. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi

Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

5. Penentuan Jenis Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.

  1. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

  2. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

  3. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.

  4. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

  5. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

6. Menentukan Alokasi Waktu

Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

7. Menentukan Sumber Belajar

Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Pengembangan Silabus

    1. Ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SMA/MA

meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

  1. Logika

  2. Aljabar

  3. Geometri

  4. Trigonometri

  5. Kalkulus

f. Statistika dan Peluang.

2. Pengembangan silabus mata pelajaran matematika lebih diarahkan Kepada:

      1. pemahaman konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

      2. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

  1. Pada kegiatan pembelajaran yang ada di silabus, siswa dituntut untuk terlibat secara lebih aktif dan guru sebagai fasilitator.

  2. Kegiatan pembelajaran yang diarahkan pada ciri khas kedaerahan disesuaikan dengan ciri daerah setempat.

  3. Alokasi waktu yang ada dalam silabus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kegiatan belajar mengajar di sekolah masing-masing.

  4. Pengembangan kompetensi dasar ke dalam indikator sangat tergantung pada materi dan kegiatan pembelajaran serta kreatifitas guru.

  5. Contoh Pengembangan Silabus ini dirancang untuk siswa yang berkemampuan rata-rata. Satuan pendidikan dapat mengembangkan silabus dengan standar yang lebih tinggi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.

      1. Bagaimana KTSP dihubungkan dengan adanya UN (Ujian Nasional) yang diselenggarakan pemerintah sebagai penentu Kelulusan siswa.

Di Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dibuat sesuai kreativitas guru, dan kondisi muatan lokal sangat kontradiktif dengan penyelenggaraan ujian nasional (UN). berkualitas. Prinsip UN yang sentralistik, justru menghambat otonomi sekolah dalam mengembangkan kurikulumnya.

Hal itu dikemukakan pakar pendidikan dari Universitas Atma Jaya Jakarta M Marcellino PhD, dalam percakapan dengan Pembaruan, di Jakarta, Jumat (23/2). Menurut dia, KTSP merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan dan memberi tempat pada demokratisasi untuk penentuan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan konteks komunitas di mana sekolah berada, konteks finansial, SDM, dan sebagainya dari sekolah yang bersangkutan.

KTSP juga menyesuaikan dengan konteks kultural di mana sekolah itu berada dalam komunitas tersebut. “Atas dasar ini, bobot mutu pendidikan yang direalisasikan pada suatu mata pelajaran tertentu, dari satu sekolah tertentu dengan kondisi finansial tertentu akan berbeda dengan sekolah lain di daerah lain dengan kondisi finansial yang lain pula,” katanya.

Kontradiksi antara KTSP dan UN, menurut Marcellino, menunjukkan bahwa KTSP digarap secara kurang integral. KTSP sangat berorientasi pada sekolah, sementara UN sentralistik.

KTSP hanya memuat dua kolom, yakni kolom standar kompetensi dan kompetensi dasar. Apalagi berbeda dengan Kurikulum 1994 atau Kurikulum 2004 yang masih memuat materi pokok yang akan diajarkan guru.

“Konsekuensinya, materi pokok yang dikembangkan sekolah sangat beragam. Perbedaan materi mungkin terjadi antarsekolah yang berada dalam satu desa, baik muatan maupun kedalaman materinya. Di sisi lain, butir soal UN mengukur muatan tertentu dan kedalaman materi yang sama di seluruh Indonesia,” katanya.

Dia mengatakan, menyusun soal UN yang merangkum berbagai perbedaan muatan dan kedalaman materi sehingga menjadi paket tes yang reliable, valid, dan adil sangat sulit. Oleh sebab itu, perlu mereformasi berbagai kebijakan pelaksanaan UN yang sejalan dengan KTSP.

Marcellino menerangkan, UN memberi makna standarisasi mutu pendidikan nasional yang nota bene berasal dari sekolah-sekolah yang mutunya secara signifikan berbeda-beda. Dia mencontohkan, sekolah di Maumere, Poso, atau di Papua, pada umumnya tentu memiliki perbedaan signifikan dari segi mutu bila dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di Jakarta.

“Sekolah yang dekat dengan pusat administrasi negara tentunya memperoleh informasi dengan sangat mudah dan bantuan pendidikan pun dengan mudah,” katanya.

Dijelaskan, Peraturan Mendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan dan UU No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan/SKL) menginisiasi kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP di Indonesia. “Alih-alih mereformasi KTSP, sekadar kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di mana pedoman dan alat ukur keberhasilannya tetap sentralistik. Berarti, secara substansial nuansa reformasi kurikulum tidak mampu memaknai otonomi pendidikan yang sebenarnya,” ujarnya.

Sudah rahasia umum, katanya, pendidikan keguruan di negeri ini tidak pernah menyiapkan guru dan sekolah menjadi pengembang kurikulum. Sementara dalam KTSP, guru harus mampu menafsirkan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator dan materi pembelajaran, sekaligus menentukan sendiri metodologi didaktisnya agar tercipta harmonisasi pembelajaran yang efektif dan efisien.

Kerdil Kreativitas

Marcellino menambahkan, lebih berbahaya lagi jika sekolah akhirnya menjiplak panduan yang ditawarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Tujuan mulia KTSP pada akhirnya hanya akan melahirkan sekolah-sekolah instan, dan kerdil kreativitas.

Dikatakan, semua pihak sebaiknya juga mendukung usaha pemerintah untuk mendapatkan standardisasi pendidikan nasional. Hanya saja, perlu pembenahan-pembenahan terdahulu untuk sekolah-sekolah yang belum maju dan berada jauh dari sentra administrasi negara.

Sekolah-sekolah yang dianggap sudah memenuhi kriteria untuk standarisasi pendidikan nasional dapat memulai UN secara serentak. Namun, adalah kurang bijak bila sekolah-sekolah yang belum siap harus ikut UN juga.

Berbicara tentang mutu pendidikan, kata Marcellino, berbeda dengan pembicaraan mutu produk suatu industri. Dalam pendidikan dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat mengetahui mutu dan kualifikasi lulusan.

”Mendorong semua sekolah di Tanah Air tanpa pandang bulu untuk ikut UN secara serentak tanpa memperhatikan kualifikasi SDM sekolah tersebut, fasilitas yang ada, dan sebagainya merupakan kebijakan yang kurang bijak,” katanya mengingatkan.

Terus Dikaji

Ditemui terpisah, Ketua Badan Standar Pendidikan Nasional Pendidikan (BSNP) Yunan Yusuf mengatakan, KTSP akan terus dikaji dan diharapkan pada 2009 semua sekolah sudah mampu menerapkannya. Untuk UN, akan disesuaikan dengan materi-materi pelajaran KTSP.

Dia menegaskan, UN masih relevan sebagai alat ukur pencapaian kualitas pendidikan nasional. Karena itu, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mengadakan UN. “Meski UN menuai banyak kritik, namun pada kenyataannya UN merupakan faktor penting dalam menilai standar pendidikan nasional, sehingga UN tetap dilaksanakan,” katanya.

Untuk menepis keraguan banyak pihak mengenai kualitas UN, Yunan menerangkan, BSNP telah melakukan sejumlah kajian. Salah satunya adalah peningkatan kualitas soal UN dan adanya tim pemantau UN yang independen. “Tim pemantau sekaligus pengawas ini terdiri dari para dosen,” katanya.

Menyinggung apakah UN masih relevan diberlakukan di sekolah, dia menegaskan hasil kajian tim BSNP, UN masih sangat relevan diberlakukan. “Ini jelas-jelas untuk pemetaan kualitas pendidikan nasional. Kami juga telah membahas urgensi UN dengan berbagai nara sumber dan tim ahli pendidikan. Karena itu, guna meningkatkan kualitas pendidikan, ada berbagai standar yang harus dipenuhi. Misalnya, soal-soal yang berkualitas dan melibatkan tim pengawas yang independen. Masyarakat bahkan bisa memantaunya melalui situs BSNP. Di situ ada pemetaan kualitas sekolah,” katanya

IV KESIMPULAN

Jean Piaget dalam Gardner (1993) menjelaskan teorinya mengenai perkembagan kognitif manusia. Psikologi Perkembangan Kognitif berakar dari Teori Kognisi, dan membicarakan perubahan-perubahan yang terjadi. Psikologi Perkembangan membicarakan perkembangan psikologis manusia, yang pada hakekatnya adalah tentang perubahan tingkah laku individu sepanjang masa hidup.

Menurut Psikologi Kognitif, aktivitas mental yang melibatkan perolehan, penyimpanan, pencarian dan penggunaan pengetahuan mencakup persepsi, memori, daya bayang, bahasa, penyelesaian masalah, reasoning dan membuat keputusan. Perkembangan Kognitif adalah perkembangan dari berbagai proses berpikir dan kemampuan intelektual termasuk atensi, memori, akademis dan pengetahuan sehari-hari, problem solving, daya bayang, kreativitas dan kemampuan manusia yang unik untuk mewakili dunia melalui bahasa. Perkembangan emosi dan sosial adalah perkembangan dari komunikasi emosional, pengertian diri, kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan, pengetahuan tentang orang lain, interpersonal skills, pertemanan, hubungan-hubungan intim, moral reasoning dan perilaku.

Piaget membicarakan tahapan perkembangan kognitif yang meliputi: 1) sensori motor, 2) pre-operational, 3) concrete operational, 4) formal operational

Ada 3 isu penting yang berhubungan dengan studi bidang ini, yaitu : 1) isu nature vs nurture, 2) isu experience vs maturation, 3) isu kompetensi vs performance.

Menerapkan Filsafat Pendidikan dalam KTSP adalah harus mempersiapkan pengembangan komponen KTSP, yang mencakup: Visi dan Misi, Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan, Menyusun Kalender Pendidikan, Struktur Muatan KTSP, Silabus , dan RPP

Sementara dalam KTSP, guru harus mampu menafsirkan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator dan materi pembelajaran, sekaligus menentukan sendiri metodologi didaktisnya agar tercipta harmonisasi pembelajaran yang efektif dan efisien.

KTSP akan terus dikaji dan diharapkan pada 2009 semua sekolah sudah mampu menerapkannya. Untuk UN, akan disesuaikan dengan materi-materi pelajaran KTSP

UN masih relevan sebagai alat ukur pencapaian kualitas pendidikan nasional.

Daftar pustaka

. (Adapted From Suara Pembaruan, February 24, 2007)

[yap/pr-02/2007]

Peraturan Mendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan

UU No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan/SKL)

(Ernest@ex.ac.uk 2008)

Rosda,2007 Dr.E.Mulyana,Mpd KTSP

Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No 20 tahun 2003)

PERPE No 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar

PERPE No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

PERMENDIKNAS No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,

PERMENDIKNAS No 22 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

PERMENDIKNAS No 22 tahun 2006 tentang pelaksanaan permendiknas no 22 dan 23.

Tinggalkan komentar